“Sesungguhnya Allah SWT jika menyukai seorang hamba maka Dia
mengujinya dan mengikatnya dengan ujian, seperti orang sakit yang mengikat
keluarganya untuk tetap di sisinya..” (HR. Imam Ja’far Shadiq)
Jika
dikau memerhatikan bagaimana anak2 sakit, ia akan selalu minta ditemani oleh
orang tua atau keluarganya. Ia manja, ingin diperhatikan, ia merengek, meminta
kasih sayang. Sehingga orangtua yang biasanya sibuk bekerja, kini harus
menyempatkan waktu banyak untuk menemaninya, agar dia bersemangat untuk sembuh.
Begitu
juga, terkadang Allah SWT memberikan ujian kepada kita, karena Dia ingin kita
dekat dengan-Nya. Karena dengan ujian, kita senantiasa mengingat dan memohon
pertolongan-Nya. Bukankah begitu sobat?
Bukankah
seringkali, ketika dalam situasi bahagia, tak ada tekanan maupun kesedihan,
kita lupa akan kehadiran Allah SWT? Terlupa bahwa Dia menyaksikan, dan mendengar
segala riuh suara batin kita. Dan bahkan, seringkali, hanya untuk sekedar
menjawab panggilan-Nya (adzan) saja kita mengeluh karena telah mengusik
kenyamanan waktu santai kita. Duhai sebaliknya, ketika dalam kondisi menyedihkan,
terpuruk dan penuh tekanan, kita senantiasa bertiarap menengadah kepada-Nya.
Seolah lupa, bahwa sedari dulu kita telah mencampakkan kehadiran dan panggilan-Nya.
Kidung duka... Segitu lemahnya iman kita..
Tak
ubahnya kita, ketika kita mencintai seseorang, kita sering memberinya ujian
dengan sengaja untuk mengukur seberapa besar kasih sayang dia kepada kita.
(Perempuan sih biasanyaa..) Seberapa besar setianya kepada kita. Seberapa tulus
rasa sayangnya (Euhh..) dan macam lainnya.
Andaikan,
kamu memberikan ujian berupa lost contact,
kamu tidak ingin bicara lagi dengannya, you dont talk anymore... nahh.. mirip
lagu itu lah. Selama beberapa hari atau minggu, akankah dia berpaling kepada
yang lain. Ataukah dia setia menunggu dan menghubungimu lebih dulu. Semua akan
terjawab lewat ujian ini.
Seperti
halnya Ibnu Hajar Al-Asqolany, jika dikau tau kisahnya. Begitu lelahnya ia
diuji dengan kehilangan. Kehilangan orang tua terkasih hingga membuatnya susah
berkonsentrasi dalam pelajaran. Namun, taqwa telah menggiringnya, keluar dari keputusasaan.
Ia tau, bahwa yang ia perlukan hanya konsisten dalam ketetapan Allah SWT.
Semakin banyak ujian yang menderanya, ia harus semakin dekat kepada Allah SWT.
Di setiap ibadahnya, terselip doa pengharapan kepada Allah. Dan di setiap
embusan nafasnya, tertiup kepasrahan & permintaan tolong kepada-Nya. Maka
lahirlah, si “anak batu” lewat tetesan air yg tegar mengukir batu, siang dan
malam mengalir bersama ketentuan Allah.
Dan
ingatlah kawan, ujian tidak hanya berwujud kesedihan yang meneteskan air mata,
namun ia nya terkadang berwujud
kebahagiaan dan kabar gembira yang tak pernah kita duga. Hingga Allah SWT
berfirman:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar