About this blog..

Total Tayangan Halaman

Menu

10/21/2012

Karena Aku Sayang Padamu...


Kalau kau benar-benar sayang padaku….
Kalau kau benar-benar cinta
Tak perlu kau katakan semua itu
Cukup tingkah laku

Semua bisa bilang sayang....
Semua bisa bilang
Apalah artinya sayang...
Tanpa kenyataan...

Jutaan kata tanpa makna, gubahan puisi manapun akan layaknya fatamorgana saja bila itu hanya hiasan bibir. Bila engkau memang cinta, bila engkau memang sayang, maka buktikan!
Engkau menyayangi sang kekasih, engkau menyayangi keluarga, engkau menyayangi sahabat, jangan biarkan rasa sayang itu hanya menjadi abstrak berupa pautan hati, atau menjadi semu dan hilang begitu saja dari mulut. Jadikan rasa cinta, kasih, sayang itu nyata dengan laku perbuatan.


***
Suatu ketika seorang bocah merangkak pelan menuju tungku api. Sang Ibu yang kebetulan melihatnya menyerunya untuk segera menjauh. Namun sang bocah tak menghiraukan. Dia terus saja merangkak. Sang ibu berteriak dan membentak keras. Namun si bocah tetap merangkak menuju tungku api. Maka tak ada cara lain, si ibu lalu merenggutnya dengan kasar. Si bocah meronta menangis tidak terima dengan perlakuan sang ibu. Namun si Ibu tetap bersikeras, bahkan kalau perlu menampar anaknya tadi supaya menuruti keinginan dia.
***

Persis seperti kisah di atas. Bahwa seringkali ujud kasih sayang itu tidak selalu berupa tingkah laku manis, rayuan gombal atau suasana penuh keromantisan. Seringkali malah berasa pedih dan pahit. Namun pahitnya berujung manis dan pedihnya lambat laun berakhir bahagia. Bocah yang sedang menuju tungku api... maka apa tindakan yang tepat? Patutkah orang yang mengaku sayang pada bocah itu membiarkannya terus merangkak atau malah menyoraki supaya lebih cepat merangkaknya? Jelas kita sepakat mereka yang mendukung dan membiarkan itu adalah kategori orang-orang yang sangat jahat.


Lalu apa tindakan yang tepat? Teriaki dan segera cegah sebelum si bocah keburu terbakar. Apa komentar anda pada tindakan barusan? Wajar! Siapa pun yang masih punya hati pasti tidak tega melihat sang bocah terbakar sia-sia. Apalagi si Ibu dimana sang bocah adalah buah hatinya. Tentunya dengan segenap usaha dicegahnya, dia akan berlari kencang untuk menyelamatkan kesayangannya itu.
Si bocah pun berteriak meronta mencaci ibunya. Kenapa ibu menghalangi keinginannya? Ibu kejam! Ronta si bocah.


Senyum mengembang dari sang ibu tak peduli dengan makian si bocah. Nggak apa-apa, dia memaki seperti ini karena dia tidak tahu..... batin sang ibu.
Persis hal yang sama terjadi dalam dakwah. Para da’i layaknya seseorang yang berteriak mencegah bocah yang sedang menuju tungku api. Dia, karena cintanya tidak akan pernah tega membiarkan saudara-saudaranya terbakar sia-sia dalam ’tungku api’. Dan dengan cinta tadi maka segenap upaya dilakukan untuk menyelamatkan saudaranya tadi. Walau pada akhirnya bahkan cacian, makian, atau siksaan yang dia peroleh... namun di bibir para pendekar terukir senyum yang terkembang.. Nggak apa-apa... mereka seperti ini karena mereka belum tahu....


Yap, tersenyum bangga. Karena sesungguhnya kita melakukan itu karena rasa cinta....
Dakwah adalah tanda cinta. Dakwah adalah ungkapan kasih sayang yang hakiki.
Sehingga para pendekar dakwah sesungguhnya adalah para pencinta sejati.
”Kami sayang kepada saudara kami, keluarga kami, sahabat kami” ungkap para pencinta. ”Maka tak akan kami biarkan mereka ’merangkak menuju tungku api’” tekadnya
Ketika saudara kita melakukan maksiat, menyimpang dari rel-rel hukum syara maka apa ungkapan sayang kita kepada mereka? Apakah membiarkan atau malah mendukung? Tidak, bahkan itu tindakan yang sangat kejam! Membiarkan mereka menuju adzab neraka yang membakar...


Yang dalam satu hadits riwayat Tirmidzi Rasulullah menggambarkan bahwa Adzab teringan di neraka pada hari kiamat, adalah laki-laki yang di kedua kakinya ada dua butir bara api yang dapat mendidihkan otak. Woiii! Itu adzab teringan woiii! Maka bergidiklah kita, na’udzubillah! Sedetik pun tak ingin diri ini berada di sana.


Lalu bagaimana dengan saudara kita, keluarga kita? Nah, hanya orang egois yang mau membiarkan saudaranya terjebak di dalam sana.
Justru karena sayangnya kita, sudah sepantasnya kita cegah sekuat tenaga, semampu daya kita. Seolah kita meneriakkan warning ’Bahaya!’ jangan mau ke sana!
Walaupun realita menujukkan si penyeru malah seringkali dihadiahi cibiran benci, makian kasar, atau bahkan pukulan, cambukan, siksa penjara.... tapi ya... nggak apa-apa, ini karena sayang....

“Siapa saja diantara kamu melihat kemunkaran, hendaklah mengubah dengan tangannya. Jika tidak sanggup, maka ubahlah dengan lidahnya. Kalau juga tidak sanggup maka dengan hatinya. Ini adalah selemah-lemah iman(HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah dari Abi Said al-Khudry)

Mengubah di sini adalah bagaikan menyirami tanaman yang terancam layu. Mengguyurnya dengan segenap cara, memotong-motong bagiannya yang mengganggu. Namun semua itu sekali lagi demi rasa sayang... keinginan kita agar tanaman itu berbuah berbunga.

Karena sayang
Aku tak ingin saudaraku terjatuh dalam kubangan adzab api neraka yang panasnya tak terperikan,
Justru karena aku sayang padamu,
Maka yang kuinginkan adalah kita beromansa bersama nantinya dalam keindahan taman-taman surga.
Begitu lagu yang didendangkan dari lidah para dai si penyayang.... 

Tidak ada komentar: