SAATNYA MUSLIMAH MENJADI AGENT OF CHANGE !! by Dept Kemuslimahan
Bismillahirahmanirahim
Menjadi seorang muslimah merupakan sebuah identitas yang membanggakan bagi seorang wanita di dunia.Betapa tidak, seorang muslimah tidak hanya dikaruniai keistimewaan-keistimewaan yang luar biasa, tetapi juga dianugerahi peran yang sangat spesial dalam Islam.Keistimewaan seorang muslimah tidak terlepas dari sifat kasih sayang dan lemah lembutnya sebagai seorang wanita. Berkat hal itulah ia diamanahkan Sang Khalik untuk menjadi seorang ibu yang berhak untuk untuk mengandung, menyusui bahkan mendidik buah hatinya yang nantinya kelak akan menjadi calon-calon dokter, guru, teknisi bahkan pemimpin suatu negeri. Lebih dari itu, sang muslimah pun juga dianugerahi peran spesial sebagai ‘aktor’ utama dalam menentukan nasib suatu bangsa. Sebab, diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Wanita adalah tiang negara, apabila baik wanita maka baiklah negara dan apabila rusak wanita maka rusaklah negara.” Hal ini tentu saja menjadi sebuah kebanggan tersendiri sekaligus amanah bagi kaum muslimah bahwa ternyata peranan dirinya sangatlah dihargai dan penting, tidak hanya bagi agamanya, yaitu Islam tetapi juga bagi kebaikan bangsa dan negaranya.
Berbicara mengenai muslimah, tentu kita tidak akan terlepas dari peranan muslimah yang begitu istimewa seperti yang telah saya kemukakan di awal. Menjadi sebuah hal yang antiklimaks ketika kita membicarakan peranan muslimah tanpa mengkomparasikan realita yang terjadi sekarang ini dengan keadaan masa lalu.Pada masa Rasulullah masih hidup, kita semua tahu bahwa begitu banyak muslimah yang mempunyai peranan strategis dan kontributif dalam menjalankan tugas dan kewajibannya disamping sebagai seorang ibu, istri maupun anak. Nasibah al Mazzniyah, contohnya. Ia adalah seorang muslimah yang menjadi srikandi dalam perang Uhud. Di saat genting, Umar dan bahkan Abu Bakar minggir ketika mendengar kabar Rasulullah telah meninggal.Mereka tidak punya semangat lagi untuk berjihad, karena mereka pikir, siapa lagi yang mau dibela?Saat itu Rasul pingsan. Saat tersadar, ia tidak melihat kehadiran orang lain kecuali Nasibah. Kemudian Rasulullah mempersilakannya meminta kepadanya, “Ya Nasibah, salmi, salmi (mintalah, mintalah)”. Kemudian Nasibah meminta “Ya Allah jadikanlah aku sebagai temannya di surga”. Rasullah langsung memohon kepada Allah “Ya Allah jadikanlah Nasibah ini menjadi temanku di surga.”Nasibah berperan langsung, bahkan dalam perang fisik. Dalam peperangan ia memegang dua pedang. Tetapi, setelah ia kehilangan sebelah tangannya, ia memberikan salah satu pedangnya kepada anaknya. Dalam peperangan itu, Nasibah kehilangan suami, anak, dan sebagian anggota badannya.
Kisah Nasibah hanyalah salah satu kisah yang menceritakan bagaimana begitu hebat dan luar biasanya peran muslimah pada masa Rasulullah. Masih banyak sebenarnya kisah-kisah mengenai peran muslimah yang begitu luar biasa, seperti Aisyah yang mempunyai kecerdasan intelektual yang tinggi, Siti Khadijah dan Siti Fatimah yang mempunyai kelembutan yang luar biasa terhadap anaknya dalam mengembangkan potensinya, dan masih banyak lagi. Namun jika kita melihat peran muslimah pada masa sekarang ini, nampaknya agak sulit bagi kita untuk menemukan karakter-karakter atau figur seperti Nasibah, Aisyah, Siti Khadijah maupun Siti Fatimah.Ironis memang.Lantas hal tersebut jangan sampai membuat kita (sebagai muslimah) merasa termarjinalkan dari realita kehidupan masa kini.Pantang bagi seorang muslimah merasakan hal seperti itu.Justru ketika saat ini kita melihat realita seperti itu, seorang muslimah haruslah menjadi sosok pertama sebagai orang yang termotivasi sekaligus penggerak untuk bisa mengubah keadaan ini.
Kesulitan kita untuk menemukan figur-figur shahabiyah seperti di atas pada masa sekarang ini bukanlah tanpa sebab. Paradigma klasik yang masih terpatri bahwa seorang wanita hanya cukup menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga, sehingga membuat wanita (muslimah kebanyakan) mengalami keterbatasan skill dalam mengembangkan potensi dan bakatnya, merupakan hal yang menjadi penyebab kian menipisnya stok figur-figur di atas ditengah arus globalisasi dan semangat kompetensi yang kian menjadi ciri khas abad 21. Lantas, apa yang dapat kita lakukan untuk menghadapi hal ini? Jawabannya sederhana, ubah paradigma klasik tersebut dan sadarlah bahwa kita (muslimah) yang sebenarnya menjadi ujung tombak dalam (hampir) segala hal. Ingat, seseorang yang sukses, terlepas dari apakah ia seorang laki-laki muslim ataupun wanita muslimah, hanya akan lahir dari seorang rahim wanita muslimah serta terdidik dari tangan-tangan penuh kelembutan dan kasih sayang seorang wanita muslimah. Bayangkan, jika semua muslimah dapat mendidik anak-anaknya dengan sebaik-baik pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam. Sungguh, bangsa ini akan mengalami kemajuan yang pesat! Selain itu mengubah paradigma klasik yang membuat kita seperti ‘katak dalam tempurung’ juga merupakan hal yang utama.Penting bagi muslimah untuk menyadari bahwa perannya tidak hanya sebatas mengurusi hal-hal rumah tangga dan mendidik anak.Ia juga harus mempunyai kesadaran akan kewajibannya terhadap agama, pribadi atau dirinya sendiri, keluarga, masyarakat serta tanah air atau negara. Kelima kewajiban tersebut-lah yang jika dapat dipenuhi semuanya secara tawadzun atau seimbang, insya Allah akan membawa peran muslimah menjadi lebih berarti di era kompetensi dan globalisasi ini.
Kewajiban terhadap agama atau wajibatdiniyah, merupakan kewajiban seorang muslimah dalam membuktikan ketinggian nilai-nilai Islam diatas ideologi lain selain Islam. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan ilmu dan kapasitas intelektualnya, seperti terdapat dalil pada Al Quran surat 58 ayat 11 dan surat 39 ayat 9. Cara lain yang dapat dilakukan yaitu dengan mempunyai akhlak yang mulia seperti halnya Rasulullah yang mendapat julukan Al-Amin (dapat dipercaya) serta dengan cara mempunyai amal, gerak serta perjuangan yang baik yang tetap berada dalam koridor hukum Islam. Kewajiban ini sangat penting dan utama bagi muslimah dalam mengambil peran di era kompetensi dan globalisasi ini. Sebab di era tersebut, tuntutan akan ilmu pengetahuan, intelektualitas, skill, kepribadian serta track record seseorang menjadi hal yang banyak disoroti oleh berbagai pihak.
Kewajiban terhadap pribadi atau wajibatsyaksiyah, merupakan kewajiban seorang muslimah terhadap dirinya sendiri yang mencakup aspek rohani dan jasmani.Aspek rohani berkaitan dengan kepemilikan akidah yang lurus serta selalu membersihkan hati dari sifat-sifat tercela. Sedangkan aspek jasmani berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan akan fisik yang sehat dalam menjalankan peran sebagai seorang muslimah. Hal ini menjadi penting manakala seorang muslimah menyadari bahwa sehat merupakan nikmat kedua setelah nikmat iman. Ingat, peran muslimah tidak akan berarti apa-apa ketika fisiknya lemah dan tidak berdaya walaupun ia memiliki kapabilitas intelektual dan skill yang memadai.
Kewajiban terhadap keluarga atau wajibatbaitiyah, merupakan kewajiban seorang muslimah untuk dapat menciptakan keadaan yang kondusif dalam keluarganya.Hal ini dikarenakan, keluarga merupakan basis awal pergerakan seorang muslimah dalam menjalani peranannya. Seorang muslimah tidak akan mampu menjawab tantangan globalisasi ketika ia tidak mendapat dukungan atau support dari keluarganya sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Sebab, bagaimana mungkin ia (muslimah) dapat berperan atau memberikan kontribusi kepada masyarakat jika unit terkecil dalam masyarakatnya saja (baca: keluarga) tidak memberikan dukungan kepada dirinya dalam melakukan peranannya tersebut.
Kewajiban terhadap masyarakat atau wajibatijtima’iyah. Kewajiban ini didasari pada dalil dalam Al Quran surat At-Taubah ayat 71 yang artinya:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang munkar...” (QS.9:71). Kewajiban terhadap masyarakat menjadi penting bagi seorang muslimah, mengingat dalam ayat tersebut terdapat perintah tolong-menolong serta berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran.Selain itu kewajiban ini menjadi jauh lebih penting manakala kita sebagai muslimah dihadapkan pada salah satu kenyataan tantangan globalisasi yang paling menonjol, yaitu adanya individualisme.Hal ini mewajibkan seorang muslimah untuk peka terhadap masyarakat dan jangan sampai seorang muslimah menjadi pribadi yang terjangkiti ‘virus’ individualisme tersebut dan acuh terhadap lingkungan masyarakat.Na’udzubillah mindzalik.
Kewajiban terhadap tanah air/negara atau wajibatwathoniyah, merupakan kewajiban seorang muslimah terhadap kondisi atau keadaan negaranya.Kewajiban ini tidak (mesti) mengharuskan muslimah untuk menjadi seorang negarawan atau menjadi seorang public figure yang bertanggung jawab penuh atau langsung terhadap kondisi negara, misalnya.Tetapi cukup dengan menjaga izzah atau kemuliaan dirinya sebagai seorang muslimah, maka kewajiban tersebut sebenarnya sudah dapat dikatakan terpenuhi.Sebab, seperti hadist Nabi SAW, bahwa wanita merupakan tiang negara. Jadi, ketika kita diamanahakan sebagai seorang muslimah jagalah kemuliaan diri kita sebagai seorang muslimah dengan senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah, maka insya Allah negeri ini pun akan menjadi negeri yang baik keadaannya karena dihuni oleh wanita-wanita sholihah yang juga akan melahirkan generasi-generasi sholihah, insya Allah. Amin.
Sebagai kesimpulan, saya ingin mengemukakan bahwa sudah saatnya kita sebagai muslimah bangga akan keistimewaan-keistimewaan yang telah Allah berikan kepada diri kita. Jadikanlah kebanggan tadi menjadi awal dari kesadaran kita akan begitu penting dan utamanya peran muslimah dalam berbagai keadaan dan tantangan zaman. Sebab sudah menjadi sebuah keharusan bagi setiap muslimah ketika era kompetensi dan globalisasi semakin marak, untuk menonjolkan peran-peranannya yang sangat strategis dan kontributif dan semua peran tersebut sesungguhnya dapat diimplementasikan dalam bentuk pemenuhan kewajiban terhadap agama, pribadi, keluarga, masyarakat maupun tanah air/negaranya.Semoga tulisan ini dapat menginspirasi para wanita muslimah yang membaca.
Teruskan kontribusimu ya ukhti, tunjukkan kapabilitasmu dan buktikan bahwa muslimah adalah anugerah terindah dunia yang telah Allah berikan.
Terobosan inovatif, menangkal berbagai macam penyakit
MAKAN TUJUH BUAH KURMA AJWAH
by Dept Ilmi
Diantara tindakan perventif yang diajarkan Islam untuk mencegah berbagai penyakit sebelum datang ialah dengan mengonsumsi tujuh biji buah kurma ajwah yang dihasilkan di kota madinah, pada waktu pagi. Mengonsumsi tujuh biji kurma ajwah yang dihasilkan di kota Madinah di waktu pagi, dapat m,encegah serangan pengaruh sihir dan racun. Yang demikian ini berdasarkan sabda Nabi :
” Barang siapa yang setiap pagi hari makan tujuh biji buah kurma ajwah, niscaya pada hari itu ia tidak akan terganggu oleh racun dan sihir.” ( HR. Muttafaqun ‘alaih)
Pada riwayat lain
“ Barang siapa pada pagi hari, makan tujuh biji kurma yang di hasilkan di antara keduahamparan Madinah., niscaya ia tidak akan terganggu oleh racun hingga sore hari.” (HR. Muslim)
Dengan jelas Nabi menyebutkan bahwa manfaat mengonsumsi tujuh biji kurma ajawah yang dihasilkan di kota Madinah pada pagi hari adalah untuk mengkal pengaruh sihir dan racun. Sehingga manfaat kurma ajwah ini sama halnya dengan manfaat yang diperoleh dari imunisasi.
Lalu ada pertanyaan apa hukumnya berobat dengan imunisasi sebelum datangnya penyakit?
Tidak mengapa berobat dengan imunisasi bila khawatir terkena suatu penyakit, disebabkan adanya wabah, atau sebab lainnya yang dikhawatirkan menjadi penyebab datangnya penyakit. Sehingga tidak mengapa, anda minum obat guna menangkal penyakit yang dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad pada suatu hadist yang shahih :
“ Barangsiapa yang pada waktu pagi makan tujuh biji kurma Madinah, niscaya ia tidak akan terganggu oleh sihir, tidak oleh racun.”
Hadist ini termasuk upaya penanggulangan penyakit sebelum terjadi.
Demikian juga haln ya orang yang khawatir terhadap serangan suatu penyakit dan ia diberi imunisasi anti wabah yang sedang menyerang di negeri tersebut atau di negeri manapun. Upaya itu tidak mengapa, sebagai upaya pertahanan. Sebagaimana halnya penyakit yang telah menimpa diobati, demikian juga halnya penyakit yang dikhawatirkan akan meyerang, boleh ditanggulangi dengan pengobatan.
Akan tetapi tidak dibenarkan untuk menggantungkanajimat, penangkal penyakit, atau jin, atau ‘ain, dikarenakan itu semua dilarang oleh Nabi Muhammad. Dan Beliau telah menjelaskan bahwa perbuatan itu termasuk syirik ashghar (kecil), karena itu, hendaknya kita waspada.
Mewujudkan Kampus Islami (Part 1) by Ahmad Fadhillah
Kampus merupakan suatu komunitas intelektual. Sebagai orang Islam, tentu kita sangat mendambakan kampus islami. Yang dimaksud dengan kampus islami adalah kampus yang menerapkan nilai-nilai Islam, baik dalam segi muatan pendidikan, perilaku insan kampus maupun lingkungan. Hal ini tercermin dari paradigma dan perilaku manusia kampus itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Islam telah mengatur dan memberi petunjuk tatacara hubungan manusia dengan Tuhannya, sesama manusia dan lingkungannya.
Kita patut bangga dengan banyaknya lembaga pendidikan saat ini di Indonesia. Terlepas dari motif menjamurnya berbagai kampus selama ini, namun penulis bersangka baik bahwa fenomena ini menandakan bahwa kita mulai sadar akan pentingnya pendidikan dan peduli terhadapnya. Lantas, apakah kita merasa cukup dengan kuantitas kampus yang semakin banyak, tanpa mengimbangi dengan kualitas dan value (nilai-nilai)?
Cukupkah kemajuan kampus dinilai dengan ramainya mahasiswa, tanpa ada indikator moral yang baik? Idealnya, setelah menimba ilmu di kampus, mahasiswa diharapkan menjadi sosok sarjana yang cerdas secara intelektual dan spiritual serta menebar manfaat bagi orang banyak. Inilah dambaan kita semua.
Potret Kampus Islam di Indonesia
Di berbagai kampus Islam di Indonesia, tidak jarang kita menemukan para insan kampus berperilaku tidak islami dalam aktivitas sehari-harinya. Mahasiswi yang mengaku dirinya muslim namun berpakaian bertentangan dengan syariat Islam seperti berpakaian ketat, tipis/transparan, menampakan aurat dan lekuk tubuh dan norak. Bahkan suka pakai blue jin seperti orang laki-laki. Sedangkan mahasiswa berpenampilan dengan model rambut gondrong, memakai gelang dan kalung, berpakaian awut-awutan, tidak beda dengan penampilan preman. Cara mahsisiwi dan mahasiwa berpakaian/berpenampilan tidak beda dengan orang kafir. Yang jelas, bertentangan dengan syariat Islam. Begitu pula sering terjadi tawuran mahasiswa semakin mencoreng kampus yang nota benenya merupakan institusi pendidikan moral.
Selain itu, pergaulan antara laki-laki dan perempuan juga sangat memprihatinkan. “Pergaulan bebas” mewarnai kehidupan di kampus, baik di kantin, taman, tempat parkir maupun ruang kuliah. Pacaran dan khalwat menjamur di mana-mana. Bahkan yang lebih memalukan, terjadinya kasus mesum (zina) justru di kampus yang notabenenya tempat pendidikan moral, yang dilakukan oleh oknum pasangan lawan jenis calon intelektual kita.
Ini akibat percampuran (ikhtilath) antara laki-laki dan perempuan dalam satu ruang kuliah, sehingga batasan antara lawan jenis sulit dijaga. Hubungan akrab antara laki dan perempuan dianggap suatu hal yang wajar. Bahkan mereka tidak merasa malu dan canggung berboncengan ria dan mesra dengan lawan jenisnya yang bukan muhrim dengan sepeda motor, baik di dalam maupun di luar kampus.
Tidak hanya itu, pemandangan para insan kampus yang merokok turut “menghisasi” kondisi buruk kampus. Mahasiswa dengan bebasnya merokok di kantin, ruang kelas, bahkan di depan kantor dosen sekalipun, tanpa ada teguran dan larangan dari pihak otoritas kampus. Parahnya, dosen dan karyawan pun ikut mempertontonkan aksi merokoknya. Bahkan ada dosen yang mengajar sambil merokok. Padahal, kita semua tahu bahwa merokok itu berbahaya bagi kesehatan. Tapi justru pengetahuan ini diabaikan demi memuaskan nafsu si perokok.
Suasana ini pun diperparah dengan fenomena insan kampus yang sibuk dengan aktivitasnya pada saat azan berkumandang, baik di kantin, ruang kuliah, maupun kantor. Mereka lebih rela meninggalkan panggilan shalat berjamaah daripada meninggalkan aktivitasnya tersebut.Padahal masjid atau mushalla terletak sangat berdekatan dengan lokasi aktivitas mereka.
Selain itu, kondisi kampus yang tidak asri dan pemandangan kotoran binatang yang bertebaran di kawasan kampus serta toilet/WC yang jorok dan menebarkan bau yang tidak sedap semakin menambah kesan buruk citra kampus kita. Padahal, kita tahu bahwa kesehatan adalah segala-galanya. Faktor kebersihan merupakan faktor terpenting dalam kesehatan. Bahkan para mahasiswa pun kerap mendengar pesan-pesan al-Quran dan Hadits tentang kewajiban menjaga kebersihan. Sayangnya, ilmu mereka tersebut tidak diaplikasikan dalam realita kehidupannya.
Inilah potret negatif kehidupan sebahagian besar kampus dan perguruan tinggi Islam di Indonesia yang terlihat tidak ada bedanya dengan kampus umum. Meskipun fenomena buruk yang terjadi di kampus Islam masih lebih sedikit dibandingkan dengan kampus umum yang memang tidak berkonsentrasi dalam masalah syariat Islam. Karena nilai-nilai keislaman tidak menjadi prioritas dalam visi dan misi kampus umum. Hal ini berbeda dengan kampus Islam.
Sungguh memprihatinkan. Kalau begini kondisinya, mustahil kita mengharapkan mahasiswa menjadi sosok intelektual yang cerdas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi agama dan umat. Seharusnya, selain menjadi tempat menimba ilmu bagi mahasiswa, kampus juga tempat pembinaan akhlak. Mahasiswa diharapkan menjadi teladan yang baik bagi keluarga dan masyarakatnya. Pengetahuan yang diperoleh selama menimba ilmu di kampus diharapkan dapat diaplikasi dalam kehidupan mereka, bukan sekedar teori belaka.
Persoalan lain, berkaitan dengan silabus mata kuliah yang kurang berkualitas, sehingga banyak mahasiswa yang tidak paham syariat dengan baik terutama persoalan aqidah. Akibatnya, ajaran sesat berkembang dengan mudah di kampus. Maka tidak mengherankan Indonesia menjadi lahan subur ajaran sesat. Sebagai “kampus islam” seharusnya lebih mengfokuskan kepada ilmu-ilmu syar’i secara mendalam, integratif dan konprehensif, terutama mata kuliah aqidah dan al-Quran sejak dari semester pertama sampai semester akhir. Agar mahasiswa paham syariat dengan baik dan menguasai ilmu-ilmu syar’i, sehingga melahirkan manusia yang tangguh di bidang imtak (iman dan takwa) dan imtek (ilmu dan teknologi).
KETIKA MAHASISWA ‘APATIS’ TERHADAP PERUBAHAN by Mas'ul Ikhwan
Mahasiswa adalah sosok yang dinamis, aktif, dan penuh dengan ide-ide brilian untuk perubahan menuju kebaikan. Namun bagaimana jika mahasiswa menjadi “apatis” terhadap perjuangan yang dilakukan oleh gerakan-gerakan mahasiswa yang ada kampus. Bahkan cenderung menjahui karena dianggap sebagai aktivis kegiatan terorisme yang saat iini sedang gencar dilakukan. Terutama jika dibenturkan dengan 4 pilar kebangsaan yang menjadikan mahasiswa tidak lagi berminat terhadap perjuangan yang dilakukan dikampus.
Perubahan dan Mahasiswa
Dalam sejarah bangsa ini, mahasiswa memiliki andil yang besar dalam proses perubahan di tanah air. Sejak masa penjajahan Belanda selama 3,5 Abad bangsa ini mulai paham arti persatuan dalam meraih kebebasan. Sehingga pada 28 Oktober 1928 dibuatlah sumpah pemuda untuk menyatukan para pemuda negeri ini. Memakai nama pemuda karena memang yang menjadi motor pergerakan adalah para pemuda, yang diantaranya ada juga yang mahasiswa namun masih sedikit. Dalam perkembangannya, mahasiswa senantiasa mewarnai setiap perubahan demi perubahan di negeri ini. Saat kemerdekaan, para pemuda-lah yang semangat untuk segera mem “proklamirkan” kemerdekaan bangsa ini. Pada tahun ’60 pemuda-lah yang juga dengan gigih melakukan perlawanan terhadap penjajahan yang masih bercokol dinegeri ini, juga perlawanan terhadap komunisme yang berada di negeri ini.
Pada tahun 98 agenda Reformasi bergulir, ditandai dengan lengsernya presiden waktu itu yang telah berkuasa sekitar 32 tahun. Namun agenda ini dirasakan belum berhasil memberikan dampak perubahan-perubahan yang lebih baik kepada masyarakat, tapi justeru makin menyengsarakan rakyat. Pada tahun 2009 di buatlah “sumpah Mahasiswa” pada tanggal 18 oktober 2009 di halaman Tennis Indoor Senayan. Sumpah mahasiswa ini merupakan event terbesar dalam sejarah perjuangan pergerakan mahasiswa untuk perubahan di negeri ini menuju kebaiakan. Sumpah mahasiswa ini diikuti sekitar 5000 mahasiswa dari seluruh penjuru nusantara yang berjanji untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan perubahan dinegeri ini. Perubahan hakiki yang berlandaskan aqidah Islam yang diatur dalam wadah sebuah institusi negara, atau yang dikenal dengan Khilafah.
Khilafah merupakan sistem negara yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW yang wajib diikuti oleh umat islam. Tinjuan ilmiah dan dalil tentang Khilafah sudah banyak dilakukan, bahkan orang-orang non muslim mempercai bahwa Khilafah ini akan muncul. Berdasarkan hasil penelitian mereka, bahwa khilafah akan muncul pada tahun 2020. Analisis ini dikeluarkan oleh The National Intelligence Council (NIC) sebuah organisasi think tank amerika, dalam laporan setebal 123 halaman yang dipresentasikan di hadapan senator Amerika pada tahun 2004, pada masa pemerintahan Bush.
Oleh karena itu, melihat kondisi ini sudah cukup menjadi alasan ilmiah –sebagaimana kebiasaan para intelektual- untuk menjadikan Khilafah sebagai suatu tujuan perjuangan dan cita-cita untuk segera diwujudkan. Disamping banyaknya dalil-dalil yang mewajibkan umat Islam bersatu yang dipimpin oleh seorang Khalifah.
Penyebab Mahasiswa menjadi Apatis
Perjuangan mahasiswa saat ini menemui jalan buntu tatkala ditanya, ending dari perjuangan yang dilakukan dikampus apa? Akankah mengikuti jejak senior-senior yang terlibat kasus korupsi? Sehingga tak heran jika mahasiswa menjadi ‘apatis’ terhadap perjuangan yang dilakukan dikampus karena melihat akhirnya setelah berkoar-koar dikampus tentang perubahan, malah setelah ikut parlement, atau memiliki jabatan suara-suara perjuangan sudah tidak lagi terdengar bahkan mungkin mereka bilang “itukan dulu saat mahasiswa”. Sungguh aneh dan ironis.
Ketika melihat pemandangan yang terjadi berkali-kali ini tidak hanya mahasiswa yang apatis bahkan oportunis, masyarakat pun memandang bahwa mahasiswa hanya dijadikan kuda tunggangan politik. Sehingga masyarakat juga menjadi tidak lagi percaya pada perjuangan mahasiswa. Ini tejadi karena perjuangan yang dilakukan oleh mahasiswa tidak memiliki tujuan yang jelas serta cara-cara yang digunakan pun tidak jelas. Kondisi ini menjadikan perjuangan mahasiswa yang murni, tulus, ikhlas dalam memperjuangkan masa depan rakyat menjadi berat, karena sulit mengajak mahasiswa untuk bersama-sama berjuang di sisi lain masyarakat (orang tua) menjadi tidak percaya terhadap perjuangan mahasiswa. Inilah salah satu atau dua penyebab mengapa mahasiswa apatis terhadap gerakan perjuangan mahasiswa. Ketiga, mahasiswa saat ini sangat keranjingan dalam membuat PKM sebagai bentuk “pemenuhan” terhadap energinya yang luar bisa sebagai wadah “penyaluran” kreatifitas dan aktivitas. Sehingga tidak cukup lagi tenaga jika harus aktif di organisasi kemahasiswaan.
Perjuangan Mahasiswa Ideologis
Sejak awal pergerakan mahasiswa yang tidak memiliki ideologi yang jelas tentu akan mengalami kegagalan. Sehingga perlu adanya ideologi yang jelas dalam melakukan perubahan. Islam adalah Ideologi. Ini merupakan sesuatu yang pasti dan sudah jelas. Orang yang beranggapan bahwa Islam bukan Ideologi, meski dia bergelar Dr., Prof., Lc., MA., dipertanyakan gelar akademik mereka. Islam sebagai ideologi maknanya adalah Islam yang menjadi asas kehidupan yang melahirkan aturan-aturan kehidupan yang lahir dari asas ini untuk diterapkan dalam kehidupan. Hal ini terjadi sebagaimana dulu Rasulullah SAW membangun negara Madinah.
Sehingga, tatkala Islam menjadi idiologi maka saat terjadi masalah dalam bidang ekonomi, maka solusi yang diambil adalah berdasarkan Islam, bukan Kapitalis. Saat terjadi masalah dalam bidang hukum diambil hukum berdasarkan Islam, bukan hukum warisan kolonial belanda/penjajah. Saat terjadi masalah politik, maka akan diselesaikan bagaimana Islam mengatur politik negara, bukan mencontoh Montesqui, Arisoteles, dll. Dari sini kita bisa melihat pergerakan mahasiswa Ideologis dan pergerakan mahasiswa pragmatis. Mana yang memiliki tujuan yang jelas mana yang samar.
Kenapa Koq harus Perjuangan Islam sebagai Ideologi?
Sejak awal kemerdekaan bangsa ini, Ideologi yang hendak di terapkan masih tarik ulur antara 3 ideologi yang ada di dunia yakni Islam, Kapitalis dan Komunisme. Dan akhirnya saat ini yang diterapkan adalah Demokrasi yang berasaskan Kapitalis-liberalis. Hal ini terlihat secara nyata dalam penerapan kebijakan-kebijakan pemerintah meski secara tertulis tidak ada kata-kata kapitalis-liberalis. Hal ini terlihat dalam bidang ekonomi, bidang pertambangan, bidang pendidikan, bidang hukum, dll
Islam harus dipilih sebagai jalan perjuangan mahasiswa disamping memiliki Ide yang jelas, solusi yang menyeluruh, juga memiliki satu hal yang tidak dimiliki oleh ideologi yang lain (kapitalis dan komunis) yaitu pahala. Ketika kita berhukum pada hukum yang Allah turunkan maka kita akan mendapatkan pahala, ini tidak akan diperoleh saat menjalankan hukum kapitalis maupun komunisme.
Saat kasus korupsi, dan masalah peradilan yang lainnya diselesaikan dalam hukum islam tidak perlu bertele-tele seperti saat ini. Bahkan rakyat langsung bisa memperkarakan presiden saat pemimpin tidak melakukan hukum-hukum Allah. Dalam sistem demokrasi, presiden sebagai pemimpin tertinggi kan digaji untuk melaksanakan Demokrasi yang katanya “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”. Sedangkan dalam Sistem Khilafah, Kholifah tidak dibayar, tetapi mendapatkan santunan dalam memenuhi seluruh kebutuhannya, jadi kerjanya kholifah itu adalah mengurusi rakyat, dan bukan mencari gaji/kekayaan dengan cara menjadi kholifah.
Bagi mahasiswa yang cerdas, yang melek terhadap kondisi dunia saat ini, akan melihat bahwa masa depan dunia ini hanya ada pada Islam. Bukan pada kapitalisme apalagi komunisme. Sebab, Amerika sebagai kampium demokrasi telah gagal, utangnya membumbung tinggi, bahkan jika hari ini (2 Agustus 2011) Amerika tidak mampu meloby untuk menaikkan batas ambang utang yang dimiliki suatu negara, maka Amerika akan menjadi negara gagal yang memiliki banyak utang yang tidak mampu dibayar. Komunisme telah runtuh pada tahun ‘90-an karena tidak mampu membawa kesejahteraan hakiki. Untuk itu hanya Islam, sekali lagi hanya Islam yang menjadi masa depan dunia. Sehingga mahasiswa yang cerdas, mahasiswa yang memiliki pandangan kedepan akan bergabung dalam barisan perjuangan mahasiswa Ideologis.
Dengan inilah masa depannya akan terselamatkan, hidupnya akan barokah, dan menjadi pahlawan pejuang islam, yang namanya akan harum sepanjang jaman.
:p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar