Mewujudkan pendidikan yang berkualitas
Pendidikan itu sebenarnya mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, tapi hidup jangan dibuat susah.
Ada tiga syarat dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu,yaitu: sistem pendidikannya (seperti kurikulumnya, tempat belajarnya, alat bantu pengajaran dan lain-lain) efisien; penyelenggara pendidikannya kafâ’ah (capable) dan amanah (tidak korupsi); dan ini yang penting: ada dana publik yang dikelola negara yang memang didedikasikan untuk itu. Semua ini saling terkait.
Biasanya sistem yang tidak efisien menyebabkan biayanya mahal. Ini juga terkait dengan opini orang-orang yang berkuasa saat ini. Pendidikan saat ini hampir sama dengan pendidikan ala orang Barat. Makanya, banyak lulusan SMA atau bahkan sarjana tapi tidak bisa apa-apa. Padahal kita malu, di masyarakat banyak kita temukan orang-orang yang “street-smart”, orang-orang hebat, tanpa lewat bangku sekolah formal. Ada montir cakap yang ternyata tidak lulus SD, ada pembisnis sukses yang hanya lulusan SMP, dan ada ustadz faqih yang fasih berbahasa Arab tetapi bukan alumni perguruan tinggi formal,dan bahkan ada pengusaha kaya yang berhasil tanpa sekolah(itu patut dipertanyakan). Di sisi lain, sistem yang ada (seperti kecilnya penghasilan guru dibandingkan dengan profesi lainnya) membuat anak-anak umat yang cerdas enggan terjun ke dunia pendidikan.
Sistem pendidikan yang ada saat ini tidak efisien karena perlu biaya tinggi. Dari sisi supply, dana publik yang ada relatif sedikit, karena dihabiskan untuk bayar utang dan bunganya. Kalau Pemerintah ini visioner dan berani, dia bisa taruh prioritas di pendidikan, sedangkan untuk bayar utang bisa dinego, misalnya cukup bayar pokoknya saja, atau besar cicilan bergantung pada nilai ekspor kita ke negara donor. Jadi, kalau mereka ingin cicilan kita besar, keran ekspor kita ke sana harus dibesarkan juga, kalo bisa.
Saat ini dicetuskan swastanisasi pengelolaan pendidikan melalui BHMN dan BHP. Alasannya, kalau diswastanisasi seperti halnya BUMN, pendidikan akan maju dan bermutu. Menurut Ustadz?
Itu tidak selalu demikian. BUMN juga banyak yang rugi. PAM Jaya setelah diprivatisasi dengan masuknya asing mutunya tidak naik signifikan. Yang pasti naik cuma tarifnya. Masalahnya kompleks. Apalagi di pendidikan ini banyak faktor manusianya. Industri air minum yang lebih banyak mesinnya saja susah, apalagi “industri pendidikan”.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.
Dulu katanya pendidikan Islam begitu maju dan bermutu meski diselenggarakan oleh Negara dan gratis untuk rakyat. Apa buktinya?
Kalau tidak murah, mustahil “satu bangsa pergi sekolah”. Bisa kita saksikan bahwa pada abad-abad pertama, jika Islam membuka suatu wilayah (futûhât), dalam tempo singkat rakyat di situ telah memeluk Islam tanpa dipaksa serta menguasai bahasa Arab. Kemudian juga bermunculan sejumlah besar mujtahid, ulama besar atau penemu teknologi yang berasal dari kalangan dhu‘afâ’.
Kalau tidak berkualitas, mereka bahkan tak bisa mempertahankan apa yang dicapai generasi sebelumnya, apalagi memunculkan temuan-temuan kreatif yang menjadi pilar kemajuan peradaban dunia selanjutnya.
Dunia Islam dulu justru mampu mewarisi, memodifikasi, memadukan dan mengembangkan peradaban dari berbagai penjuru: Yunani, Romawi, Mesir, Persia, India bahkan Cina. Aljabar, misalnya, adalah karya orisinal yang ditemukan setelah matematikawan al-Khawarizmi melihat ketidakpraktisan geometri Yunani dan kerumitan aritmetika India.
Lalu mengapa sekarang pendidikan di dunia Islam sangat ketinggalan?
Ya banyak faktornya. Namun, yang paling penting saya kira visi Islam untuk memimpin dunia sudah redup sekali di hati umat, apalagi di hati pemimpin negara. Karena kalau kita punya visi memimpin dunia, kita jadi berpikir apa yang harus kita kuasai, lalu apa yang harus kita lakukan. Kalau sekadar ingin jadi buruh kapitalis, ya pendidikannya cukup diset seperti sekarang ini. Namun, kalau ingin memimpin dunia, kita tentu perlu lebih banyak kerja keras, kerja cerdas, kerja ihlas.
Apa yang menjadi kunci atau faktor-faktor yang menentukan kemajuan pendidikan Islam?
Saya kira kuncinya di tiga hal. Pertama: ada aktor-aktor visioner dan berdedikasi tinggi untuk bekerja keras mewujudkan pendidikan Islam. Mereka inilah yang siap “kotor tangannya” dengan aktivitas rinci dalam jangka panjang agar dapat memperbanyak SDM, menyiapkan “software” dan melobi tokoh-tokoh untuk diyakinkan pentingnya pendidikan Islam yang sebenarnya.
Kedua: ada budaya pendidikan atau cinta ilmu yang sesungguhnya. Jadi, harus ditumbuhkan opini di masyarakat bahwa sekolah bukan sekadar agar dapat gelar dan kerjaan, tetapi untuk menjadi manusia yang lebih bermanfaat bagi manusia lain. Rasulullah saw. banyak sekali bersabda tentang keutamaan ilmu. Budaya cinta ilmu sampai melanda kaum aghniyâ’ sehingga mereka belum merasa kaya jika belum menyumbangkan sesuatu pada dunia ilmu, entah wakaf fasilitas ilmiah (perpustakaan, observatorium), membiayai riset atau ekspedisi ilmiah, mensponsori seorang alim untuk mengajar atau memberi beasiswa kepada para pelajar.
Ketiga: ada sistem yang efisien dari negara berikut segala perangkatnya dalam mengelola pendidikan, mulai dari menentukan prioritas, membuat kurikulum, merekrut guru, membiayai operasionalnya hingga mengawasi mutunya. Negara wajib turut campur jika ada keluarga yang kondisinya sedemikian rupa sehingga anaknya terhalang menuntut ilmu.
BE SMART AND BEAUTIFUL MUSLIMAH
Bismillahirahmannirahim..
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabbarakatuh..
"Seorang wanita apabila ia menegakkan sholat 5 waktu, berpuasa 1bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, hendaklah ia masuk surga dari pintu mana saja yang ia suka.." (HR. Abu Nu'aim)
KSI Ada Untukmuu… kembali hadir menjumpai anda di Buletin kesayangan kita.. kali ini kita akan membicarakan seputar Muslimah,tapi kali ini bukan sekedar muslimah biasa melainkan muslimah yang cerdas lagi cantik.. Yuup.. masih aura-aura Kartini’s Day nih + bentar lagi kita menyambut hadirnya Hari pendidikan di Indonesia.. Hmm..
Talking talking about Urgensi Pendidikan khususnya bagi muslimah-muslimah sekalian, kita tau di era modern ini tidak ada yang tidak mungkin untuk perempuan.. Karena R.A Kartini berjuang mati-matian ketika memerdekakan Emansipasi Wanita sehinggga wanita-wanita Indonesia sekalian bisa seperti sekarang dan bisa menjunjung pendidikan setinggi-tingginya..
Lalu.. Bagaimana sudut pandang pendidikan pada zaman Rasulullah SAW??
Mari kita flash back.. Cekibrott….
Muslimah Cantik yang Berpendidikan (kisah Aisyah RA)
Pada zaman Aisyah, di tanah Arab belum ada sekolah-sekolah seperti sekarang. Sebab itu banyak orang tidak pandai menulis atau membaca. Pandai menulis atau membaca adalah suatu keistimewaan. Islam menganjurkan setiap orang untuk belajar menulis dan membaca. Dengan berkembangnya Islam, berkembang pulalah kepandaian tulis-baca. Nabi sendiri menggiatkan ummatnya belajar membaca dan menulis.
Aisyah sendiri belajar membaca. Dia belajar membaca Al Quran dari ayahnya sendiri. Hafshah juga belajar tulis dan baca. Untuk mengembangkan pelajaran tulis baca, Nabi mengerahkan para tawanan dari perang Badar. Seorang tawanan bisa mendapat kemerdekaannya kembali, setelah dapat mengajar sepuluh orang Muslimin, sampai pandai menulis dan membaca.
Abu Bakar pada dasarnya seorang yang pandai bicara. Dia ahli pidato. Dia juga ahli dalam ilmu ranji atau asal usul nenek moyang. Kepandaian Abu Bakar ini, banyak sedikitnya juga turun kepada anaknya Aisyah. Kepandaian membaca Al Quran memberi pengaruh kepada pribadi Aisyah, terutama dalam hal sopan santun dan budi pekerti. Islam mengutamakan budi pekerti dan akhlak mulia. Tinggi rendahnya derajat seseorang ditentukan oleh pengabdiannya kepada Allah.
Keajaiban besar dalam kemajuan sejarah yang dibawa oleh Rasulullah saw ialah perubahan besar-besaran dalam pribadi berjuta-juta manusia. Pendidikan Aisyah yang lebih tinggi terletak dalam asuhan Rasulullah saw. Sedangkan Rasulullah saw adalah seorang guru terbesar dalam sejarah kemanusiaan. Aisyah dididik dengan suatu cita-cita tertentu. Nabi membentuk pribadi dan jiwa Aisyah sebagai wanita setia, yang bertaqwa kepada Allah, dan wanita yang akan menerangkan ajaran Islam kepada wanita-wanita lain.
Dengan hasrat yang menakjubkan, Aisyah menunjukkan seluruh bakatnya untuk menyempurnakan pendidikannya. Setiap kebajikan manusia, terdapat penyempurnaannya dalam pribadi Muhammad saw. Aisyah tertarik dan tenggelam dalam pribadi mulia yang tidak ada bandingannya itu. Ini adalah suatu kesempatan baik. Dan kesempatan ini, menjadi satu kebahagiaan yang diberikan kepadanya. Dia mengambil kesempatan ini, dan mempergunakan sebaik-baiknya untuk menyempurnakan pendidikannya, menjadi wanita luhur dan bertaqwa.