Bukti Sayang Yang Sebenarnya….
Sore itu hari yang cerah, awan biru terlihat tenang mengikuti terpaan angin yang membawanya. Rerumputan hijau menari seirama dengan hembusan udara sejuk yang mengenai tubuh ini. Setting kita kali ini berada disebuah mesjid, tepatnya disudut kiri mesjid yang berteras putih itu. Dari sana masih saja terlihat ’abang’ penjual pentol yang sedang asyik melayani pembelinya (benar-benar suatu berkah ya bang..), dan masih tampak beberapa orang silih berganti melaksanakan ibadah mahdhah nya.
Dihadapanku sekarang duduk tegap seorang pria berumur dua puluh tahunan (masih single/belum kawin, 2012 katanya, hehe), perkenalkan dialah ustadz ku. Sedangkan samping kiri dan kananku ialah rekan2 seperjuangan yang biasa kusebut sahabat sejati, dan saudara sampai mati (wuihhh..). Ustadz ku pun memulai pembicaraannya. Sesekali matanya memandang ke arah kami, sambil tersenyum manis menyiratkan hal lain yang ia sembunyikan (Sesuatu banggett yah....)
Kalau kau benar-benar sayang padaku….
Kalau kau benar-benar cinta
Tak perlu kau katakan semua itu
Cukup tingkah laku
Semua bisa bilang sayang....
Semua bisa bilang cinta
Apalah artinya sayang...
Tanpa kenyataan...
”Wuahahaha,, hahaha, hhaha.. ” Aku dan keempat kawanku yang ada disana tertawa ngakak mendengar sejumlah kalimat puitis yang diucapkan ustadzku. Gimana tidak ngakak? Sosok ustadz muda yang selama ini terkenal misterius itu tiba-tiba berubah menjadi melankolis
”ada apa gerangan wahai ’ustadz’? apakah ini efek dari terlalu lama menyendiri? haha” candaku. ”Dasar kalian! Saya mengutarakan ini bukan tanpa maksud..” ustadzku melanjutkan pembicaraannya. Kalian menyayangi kekasih? Kalian menyayangi keluarga? kalian menyayangi sahabat? jangan biarkan rasa sayang itu hanya menjadi abstrak berupa pautan hati belaka, atau menjadi semu dan hilang begitu saja dari mulut. Jadikan rasa cinta, kasih, sayang itu nyata dengan laku dan perbuatan. Jangan hanya omong doang!! Bila engkau memang cinta, bila engkau memang sayang, maka buktikan!
Sebuah analogi klasik dia kemukakan kembali...
***
Suatu ketika seorang bocah merangkak pelan menuju tungku api. Sang Ibu yang kebetulan melihatnya menyerunya untuk segera menjauh. Namun sang bocah tak menghiraukan. Dia terus saja merangkak. Sang ibu berteriak dan membentak keras. Namun si bocah tetap merangkak menuju tungku api. Maka tak ada cara lain, si ibu lalu merenggutnya dengan kasar. Si bocah meronta menangis tidak terima dengan perlakuan sang ibu. Namun si Ibu tetap bersikeras, bahkan kalau perlu menampar anaknya tadi supaya menuruti keinginan dia.
***
Jzzzebbb.. Belum kisah tersebut selesai, tiba-tiba memori lama terbuka kembali dan membawa diriku dalam lamunan. Seperti de ja vu, tapi kali ini lebih nyata dan lebih cepat. Teringat dulu ketika aku disampaikan tentang makna kisah ini, begitu gencarnya aku mengamalkan isinya. Ketika ada teman yang sedang pacaran dihadapanku, maka dengan sigapnya aku bersikeras untuk membuat mereka ’tidak betah’. Ketika ada akhwat yang ’terbuka’ auratnya, maka hasutan-hasutan dan sindiranku yang ’berbahaya’ kulontarkan. Ketika khalwat (bergabung lk & pr) tidak dipermasalahkan dalam pembelajaran, maka alasan-alasan konkrit pun kuutarakan. Semuanya kulakukan karena keinginan kuat, agar kami semua nantinya bisa bersama menempati surga Allah, dan agar aku tidak dituntut di akhirat kelak karena tidak menyampaikan kebenaran kepada saudaranya.
Tapi kusadari.. perjuangan ini memang tidak mudah. Balasan-balasan yang menimpaku kadang tak seindah yang dibayangkan. ”AHH.. Persetan! apa urusan lo? Sok alim”, ”Terserah kami dong, mau pacaran atau nggak, ini kan hak kami!!”, ”Alahhhh.. Ganggu aja, mau duduk nyampur sama perempuan kek, emang ada larangannya dari kampus”, ”Kamu itu terlalu keras!! terlalu Hard Skill!!”, ”Dasar Radikal!!” Begitulah beberapa kalimat menyakitkan yang aku dan kawan seperjuangan lainnya dapati. Jzzzebbb.. suara ustadz yang lantang membuat kutersadar dari lamunan singkat itu.
Ustadz ku melanjutkan isi pembicaraannya...
Persis seperti kisah di atas. Bahwa seringkali wujud kasih sayang itu tidak selalu berupa tingkah laku manis, rayuan gombal atau suasana penuh keromantisan. Seringkali malah berasa pedih dan pahit. Namun pahitnya berujung manis dan pedihnya lambat laun berakhir bahagia. Bocah yang sedang menuju tungku api... maka apa tindakan yang tepat? Patutkah orang yang mengaku ’sayang’ pada bocah itu membiarkannya terus merangkak atau malah menyoraki supaya lebih cepat merangkaknya? Bodoh sekali tindakan seperti itu!!
Lalu apa tindakan yang tepat? Teriaki dan segera cegah sebelum si bocah keburu terbakar. Apa komentar kalian pada tindakan barusan? Wajar! Siapa pun yang masih punya hati pasti tidak tega melihat sang bocah terbakar sia-sia. Apalagi si Ibu bocah. Tentunya dengan segenap usaha dicegahnya, dia akan berlari kencang untuk menyelamatkan kesayangannya itu. Namun ternyata Si bocah berteriak meronta mencaci ibunya. “Kenapa ibu menghalangi keinginanku? Ibu kejam!” Ronta si bocah.
Senyum mengembang dari wajah sang ibu tak peduli dengan makian si bocah. ”Nggak apa-apa, dia memaki seperti ini karena dia tidak tahu.....” batin sang ibu.
Persis hal yang sama terjadi dalam dakwah. Para da’i layaknya seseorang yang berteriak mencegah bocah yang sedang menuju tungku api. Dia, karena ’Sayangnya’ tidak akan pernah tega membiarkan saudara-saudaranya terbakar sia-sia dalam ’tungku api’. Dan dengan rasa sayang tadi maka segenap upaya dilakukan untuk menyelamatkan saudaranya tadi. Walau pada akhirnya bahkan cacian, makian, atau siksaan yang dia peroleh.. namun di bibir para ”SUPER MAN (da’i)” terukir senyum yang terkembang.. ”Nggak apa-apa... mereka seperti ini karena mereka belum tahu..”
Yap, tersenyum bangga. Karena sesungguhnya mereka melakukan itu karena rasa cinta....
Dakwah adalah tanda cinta. Dakwah adalah ungkapan kasih sayang yang hakiki.
Sehingga para pendekar dakwah sesungguhnya adalah para pujangga sejati.
”Kami sayang kepada saudara kami, keluarga kami, sahabat kami” ungkap mereka. ”Maka tak akan kami biarkan saudara kami ’merangkak menuju tungku api’” tekadnya
***
“Siapa saja diantara kamu melihat kemunkaran, hendaklah mengubah dengan tangannya. Jika tidak sanggup, maka ubahlah dengan lidahnya. Kalau juga tidak sanggup maka dengan hatinya. Ini adalah selemah-lemah iman” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah dari Abi Said al-Khudry)
***
tutup ustadku
Karena sayang..
Aku tak ingin saudaraku terjatuh dalam kubangan adzab api neraka yang panasnya tak terbayangkan,
Justru karena aku sayang padamu..,
Maka yang kuinginkan adalah kita beromansa bersama nantinya dalam keindahan taman-taman surga.
Begitu lagu yang didendangkan dari lidah para dai si PENYAYANG....
Senin, 22.35
-Diiringi instrument dari soundtrack “X-MEN First Class”
-Saat sepupuku tertidur pulas dibelakangku
-Habis hujan-hujanan pulang dari rumah nenek