Feeling my way through the darkness
Guided by a beating heart
I can't tell where the journey will end
But I know where to start
They tell me I'm too young to understand
They say I'm caught up in a dream
Life will pass me by if I don't open up my eyes
Well that's fine by me
Wake me up! (Avicii)
Darimana kita harus mulai?
Guided by a beating heart
I can't tell where the journey will end
But I know where to start
They tell me I'm too young to understand
They say I'm caught up in a dream
Life will pass me by if I don't open up my eyes
Well that's fine by me
Wake me up! (Avicii)
Darimana kita harus mulai?
Pemikiran yang
sederhana, namun mengawali tiap lika-liku kehidupan. Yes fren, sudah semestinya
pertanyaan ini berada di benak kita dikala ingin memulai sesuatu. Lebih-lebih
dalam hal keimanan dan ketaqwaan. Bahkan,
Rasulullah pun mengajarkan kepada kita agar memulai sesuatu dengan
sebaik-baiknya. Beliau bersabda "Setiap perkara (kehidupan) yang tidak dimulai dengan BISMILLAAHIR-RAHMAANIR-RAHIIM, maka dia akan terputus" (HR. Ibnu Hibban). Sedang,
dalam riwayat lain dikatakan berkurang faedahnya. Nah, kita-kita disini, dalam
tulisan ini, bukan hanya mengajak untuk mengucap bismillah (dengan nama Allah) tatkala
memulai sesuatu. Namun juga, kami ingin kita semua berfikir saat mengawali
sesuatu. Sederhana bukan sesuatu itu? Sesuatu banget…
Tentunya, bukan sekedar
berfikir. Cara berfikir yang kita inginkan haruslah cerdas, menyeluruh dan
tajam. Karena seorang muslim yang menyadari bahwa dengan berfikir dan merenung secara mendalam
di awal perbuatannya, niscaya dia akan dapat memahami kejadian yang ada dan
mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang ia pikirkan. Sebagaimana yang
diterangkan Allah dalam firman-Nya, "Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka."
(QS. Ali Imraan, 3: 190-191)
Ayat
diatas pun juga menerangkan bahwa orang-orang yang beriman adalah mereka yang
berpikir, dan dengan akal, mereka mampu melihat hal-hal yang menakjubkan dari
ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran-Nya, bahkan mereka mampu membuktikan
kebenarannya. Ini penting sobat, karena keimanan yang tidak dilandasi akal,
atau hanya mengikuti nurani akan mudah rapuh dan goyah. Bilapun iman goyah
tentu saja berdampak pada amaliah kita-kita. Contohnya, Kita akan mudah tergoda
nafsu dikala kita tidak yakin Allah Maha Melihat. Kita juga begitu gampang saat
menggunjing orang lain saat tak sedari bahwa Allah Maha Mendengar. Segala maksiat,dari
yang kecil hingga dosa besar akan mudah dilakukan, bahkan terbiasakan. Karena
kita lupa, Allah itu ada dan mengetahui apa-apa yang kita lakukan.
So,
kenapa tidak mulai berfikir “Apa yang diinginkan Sang Pencipta dariku di
dunia?”, atau mencoba memikirkan hal yang lebih sederhana, “Kenapa aku memilih
Islam?” Apa karena kita terlahir dari orang tua yang menganut Islam, ataukah
pilihan kita didasari karena banyak teman-teman sekelas yang Islam, atau biar
lebih romansa lagi, karena pasangan hidup kita muslim? Kita-kita berharap bukan
itu yang mendasari pilihan tersebut. Karena oh karena.. begitu lemahnya pondasi
keimanan kita bila hanya didasari dengan ikut-ikutan atau kekaguman. Yang
kita-kita inginkan adalah keyakinan, sebuah keyakinan akan sebuah pilihan yang
kelak dapat menghantarkan jiwa dan raga kembali keharibaan Sang Pencipta dengan
penuh ridho-Nya. Sebuah keyakinan yang bisa menerangi jiwa-jiwa yang hampa.
Satu keyakinan bermula, yang mengawali langkah kehidupan, yang juga bisa
membimbing hati dalam ketenangan dan kan buat hati terjaga. Keyakinan itu akan
buat kehidupan penuh bahagia lalu keberkahan akan turut menaunginya. Ya… Sebuah
keyakinan terhadap keimanan.
Lalu bagaimana menumbuhkan
keyakinan itu sodara-sodara? tentu saja harus dengan berpikir. Mengambil
ayat-ayat yang dipertontonkan Pencipta kita pada Alam Semesta, atau dengan
membandingkan dengan segala kalam-Nya yang ditorehkan di Al-Qur’an. Contohnya:
Dalam Al-Qur’an diterangkan penciptaan manusia, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan
dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta
Yang Paling Baik.”(Al-Mu’minun: 12, 13, 14). Nah, tentunya kita di
kedokteran tau betul bagaimana perkembangan embriologi manusia dari awal
pembentukannya (kecuali bila dikau ga pernah lulus2 pretest/posttest, hhehe..).
Dan kita bisa membandingkannya bukan? Kalam Allah di Al-Qur’an dan bukti yang
ditunjukkan-Nya pada Alam Semesta.
Nah, salah satu bukti ini
menjadi pondasi dalam meyakinkan diri terhadap keimanan. Bersambung…