About this blog..

Total Tayangan Halaman

Menu

1/11/2018

Yang Layak Diperlombakan...

Rabu, 10 januari 2018. Hari sidang pelepasan koass adalah sebuah hari yang layak dikenang. Teruntuk sebagian kawan2 yang sudah diambang kepenatan dalam menjalani hari-harinya dalam dunia persilatan koass dan sebagai perayaan bagi kami yang dalam penantian masa tua. Berbagai macam kalimat bijak dan lantunan syukur dihadiratkan untuk sebuah hari itu. Ada kawan-kawan yang tertawa bahagia, menangis haru, ada pula yang menganggapnya biasa-biasa saja.

            Aku termasuk yang menanggapinya biasa-biasa saja. Entahlah, semakin dewasa kita, mungkin pandangan kita terhadap sesuatu akan terus berbeda dari sebelumnya. Ini tidak seperti saat aku masih MTsN dlu. Setiap waktu pembagian rapor, begitu antusiasnya diriku menunggunya. Berharap-harap cemas untuk dijadikan 10 besar dalam ranking kelas. Ini juga tidak seperti saat pengumuman SNMPTN dulu, begitu anxietasnya diri ini tatkala koran banjarmasin post menerbitkan daftar peserta yang lulus dalam seleksi.

            Bagiku, kita ini tak lain ialah kumpulan hari.. Yang setiap melewatinya, kian hilang sebagian dari diri. Pagi dan petang akan selalu sama, yang membedakannya adalah bagaimana cara kita menyambutnya, pun juga menjalaninya.. Hari-hari yang kita lalui tidak akan ada pengaruhnya terhadap dunia dan seisinya. Semesta akan tetap berjalan pada suratannya. Hari yang kita anggap adalah hari yang paling membahagiakan, mungkin bagi sebahagian orang justru terasa menyedihkan. Saat hari-hari kita berbunga-bunga karena cinta, disudut lain dunia ialah kelam penuh derita. Sebaliknya, saat kita anggap hari-hari kita penuh kidung duka, orang lain mungkin sedang berbahagia dengan cita-citanya. Oleh karenanya, hari itu, aku tidak ingin terlalu bahagia. Karena kusadari, “hari ini pun juga, pasti akan terlewati...”

Mungkin selaras dengan perasaanku dihari itu, ibu menyambut kedatanganku hanya dengan pertanyaan, “darimana saja nizar? koq lama”. Pertanyaan familiar yang sering ia ucapkan kepadaku, tidak ada yang istimewa. Dulu, ibunda sering menanyakan bagaimana nilaiku dihari2 spesial seperti itu. Pertanyaan tentang apakah semuanya baik2 saja, berjalan dengan semestinya dsb. Kupikir semakin kesini, apa yang ia harapkan padaku bukan tentang posisi, ranking, atau harta. Namun, lebih kepada seberapa berguna aku untuk keluarga. Saat melihatnya tersenyum pabila aku menemani ayah menjalani pengobatan, saat melihatnya berbunga-bunga tatkala aku membantu persalinan ‘acil’ ku (a.k.a tante) , ia merasa lega bila aku semakin berguna bagi sesama. Lalu aku menyadari bahwa ini yang menjadikan hari-hariku lebih berarti. Dan ini menjadi sebuah jawaban atas pertanyaanku selama ini, “Mengapa aku ingin menjadi dokter?”

Aku pun juga adalah orang yang tidak terlalu peduli dengan capaian orang lain. Aku tidak akan ambil pusing tentang seberapa kaya/suksesnya kawan2 yang telah mendahuluiku. Atau seberapa bahagianya kehidupan bertetangga kawan2 yang sudah menikah mendahuluiku. Toh, bukankah hari-hari yang seperti itu kelak akan kita alami juga? dan seperti biasanya, ketika dalam puncaknya, kita akan merasa biasa-biasa saja. Hanya mungkin, saat ini belum mendapati jalannya. Tentang siapa yang lebih dlu? menjadi sebuah pertanyaan lagi, apakah itu layak untuk diperlombakan?

Aku justru sangat iri dengan orang-orang yang mampu menghabiskan kesehariannya menjadi sebuah kenangan berarti bagi orang lain. Bahkan, saat ia tiada, kehadirannya tetaplah harum atas jasa2nya. Aku iri dengan para ulama yang namanya terus disebut hingga saat ini. Aku iri dengan para guru-guruku yang ilmunya masih berguna sampai kini. Aku iri dengan dokter-dokter konsulenku, yang kehadirannya begitu diharapkan puluhan muridnya, dan kealpaannnya menjadi sebuah kerinduan bagi pasien-pasiennya. Aku ingin seperti itu... Yang hidup di dunia bukan hanya sekedar menjalani hari-harinya dengan biasa saja, namun berlomba-lomba dalam kebaikan, ketaqwaan, dan kebermanfaatan bagi sesama.

Menulis, diiringi dengan music dari arctic empire –CMA “Forever in my heart”
dan kozoro, “Thank You”

Kamis, 11 januari 2018


11/23/2017

Ujian adalah Jalan Taubat (Selalu Sebuah Pilihan)

Wahai Tuhan Jauh sudah
Lelah kaki melangkah..
Aku hilang, tanpa arah..
Rindu hati pada sinarmu
Wahai Tuhan, Aku lemah
Hina, berlumur noda
Hapuskanlah, terangilah
Jiwa di hitam jalanku...
            
Okeee.., mari kita dendangkan sama2 lirik dari lagu Opick -Taubat yang dulunya cukup terkenal di zamannya album religi. Dikau bisa memulainya dari G D Em C , hhe. Aku banyak menyukai lagu-lagu dari penyanyi yang satu ini. Selain suaranya bagus dan aransemennya yang aduhai. Diksinya juga menyejukkan telinga. Kalau tidak salah, aku pernah membawakan lagu ini bersama kawan2 waktu pensi dulu. Masa-masa saat mahasiswa baru gitu.. meski dengan suaraku yang cempreng, nampaknya penampilan kami waktu itu cukup menghibur. Atau mungkin karena efek saya kali ya.... (*hueeekkk)

            Aku bukan ingin bercerita tentang biografinya. Yang aku ingin ceritakan adalah lagu ini nampaknya banyak mewakili perasaan banyak orang. Perasaan ketika mendapati hidup penuh dengan keterpurukan ataupun penyesalan. Ketika hari-hari kita senantiasa bergulir bersama cobaan dan ujian, bahkan jalan keluarnya saja tak nampak di penghujung lelah. Maka mari kita sejenak berpikir apakah masalah demi masalah yang kita lalui ini adalah sebuah peringatan? atau sebuah jalan untuk kita berpikir bahwa diri ini lemah dan betapa perlunya kita sebuah ampunan?

            Kawan... pernahkah kamu merenungi tentang kesalahan dan kekhilafan yang pernah dilakukan? Mungkin kita semua akan berpikiran sama, “Andai punya mesin waktu, aku ingin sekali merubah kembali masa2 itu..”. Dan sayangnya, berandai2 terkadang juga berupa bisikan setan. Membujukmu untuk terus melakukan maksiat dan kesalahan yang sama, sehingga kamu berpikir di masa depan mungkin kamu mampu merubah segalanya atau menghapus memori kelam di masa lalu. Tapi tahukah kawan? tak ada yang bisa memilih awal dan akhir hidup kita seperti apa, namun mengawali kebaikan dan mengakhiri keburukan itu, selalu sebuah pilihan.

            Saat aku bercerita seperti ini, bukan berarti aku seputih yang orang2 kira. Seringkali saat aku memejamkan mata, kusaksikan selimut2 mimpi yang meraung2 di dinding pikiranku. Setiap kali kututup telinga, terdengar bisik2 rencana hari ini dan masa depan. Dan setiapku terbenam dalam bisu, pikiran2 pahit tentang masa lalu akan selalu membakar khayalku itu. Entahlah, saat kuhembuskan nafas di pagi hari, terkadang akupun bangun dengan perasaan kecewa tanpa tau apa penyebabnya. Kata orang, ketidakmengertian membuat hidup menjadi hampa, dan kehampaan akan menciptakan ketidakpedulian, begitulah.. aku pun juga, memiliki sisi hitam...

            Apakah kamu pernah sepertiku? Dalam hidup ini, kesedihan yang mengganjal di hati kita mungkin muncul tatkala kita berfikir tentang keputusasaan akan jaring2 masa lalu. Mungkin juga sebuah ketakutan yang membayangi langkah saat merenungi masa depan yang penuh dengan ketidakpastian itu. Entahlah, lika-liku hidup ini penuh misteri, segalanya adalah ketentuan Allah dan seluruhnya ialah kuasa-Nya. Oleh karenanya, bila hidupmu penuh dengan masalah dan cobaan. Yakin saja, jalan yang diberikan Allah pastilah yang terbaik akhirnya, maka ta’atlah kepada-Nya. Pasti kamu akan dibimbing-Nya.

            Mari berbenah diri, karena mungkin saja ujian yang menimpa hidupmu adalah petunjuk dari Allah agar kita bertaubat pada-Nya. Tak ubahnya kisah ujian yang menimpa kaum Nabi Musa dalam firman Allah surah al-a’raf : 155
“Musa berkata: Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang2 yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampunan yang sebaik2nya.
            Dan mari kukatakan sekali lagi, awal dan akhir hidup kita tiada yang bisa memilih, namun mengawali kebaikan dan mengakhiri keburukan, itu selalu sebuah pilihan.